PENDIDIKAN SEKS DAN SEKSUALITAS PADA ANAK USIA DINI, APA PENTINGNYA DAN BAGAIMANA MENGAWALINYA?

 

                Selamat malam J semoga kita semua selalu diberi kesehatan ditengah kondisi pandemic ya parents, sambil asik dirumah kita update ilmu dulu dong siapa tahu bermanfaat buat banyak orang setidaknya untuk super parents yang buah hatinya beranjak dewasa. Pada kesempatan kali ini abk center akan membahas tentang sex edukasi, mulai kapan sih bisanya agar tidak ketinggalan? Langsung saja yukk.. J




Seorang anak sewajarnya akan bertumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Pertumbuhan seorang anak paling terlihat adalah fisiknya, dimana anak akan bertambah tinggi dan berat badannya. Lalu anak mulai mengembangkan kemampuan motorik, kognitif, dll. Orang tua akan sangat bangga membicarakan hal tersebut. Berbeda dengan perkembangan seksual yang sering terlupakan oleh orang tua, dimana orang tua kurang memberikan perhatian secara sadar terhadap perkembangan tersebut. Faktanya bahwa orang tua selalu bersentuhan dengan bagian sensitif ini sejak anak lahir. Misalnya saat orang tua memandikan bayi, mengganti popok, menyusui, dan aktifitas membersihkan bayi lainnya.

Memang, pendidikan seks di Indonesia masih menjadi kontroversi, masih banyak anggota masyarakat yang belum menyetujui pendidikan seks di rumah maupun di sekolah. Secara umum pandangan masyarakat tentang pendidikan seks merupakan hal yang dipandang “tabu” utuk dibicarakan terhadap anak, terutama anak usia dini. Masyarakat seringkali berpandangan bahwa belum waktunya anak-anak usia dini utuk memahami tentang hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas. Masyarakat beranggapan bahwa ada masanya mereka akan memahaminya secara alamiah. Pandangan yang kurang setuju dengan pendidikan seks mengkhawatirkan bahwa pendidikan seks yang diberikan kepada anak akan mendorong mereka melakukan hubungan seks lebih dini. Sementara pandangan yang setuju pada pendidikan seks beranggapan dengan semakin dini mereka mendapatkan informasi mereka akan lebih siap menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan mampu menghindarkan diri dari kemungkinan yang bisa terjadi. Sebelum lanjut, tim pandangan manakah kita sekarang? J

                Sedangkan akhir-akhir ini banyak sekali kita temui kasus kekerasan/pelecehan seksual yang di alami anak-anak di bawah umur. KPAI merilis bahwa di awal tahun 2018 sudah terdapat 117 kasus, sedangkan LPSK merilis pada 2019 ditemukan sebanyak 350 perkara kekerasan seksual pada anak. Apakah kira-kira penyebabnya? WHO mendefinisikan kekerasan/pelecehan seksual anak adalah keterlibatan seorang anak dalam aktivitas seksual yang tidak sepenuhnya dipahami, tidak ada penjelasan kepadanya yang melanggar norma dan aturan masyarakat.

                Kekerasan seksual tidak lepas dari peran keluarga dan sekolah. Keluarga dan sekolah mempunyai tanggungjawab untuk membantu anak-anak dalam memahami kesehatan seksualnya. Namun dengan keterbatasan akses sekolah, keluarga justru mempunyai peran penting dalam memberikan pendidikan seks sejak dini kepada anaknya.Namun kenyataannya, para orang tua masih membutuhkan dukungan dan fasilitasi untuk mempunyai kemampuan dalam memberikan pendidikan seks kepada anaknya. Dalam kurun waktu 2006- 2013 terdapat penurunan informasi pendidikan seks yang diterima anak-anak baik perempuan maupun laki-laki yang bersumber dari sektor formal maupun orang tua. Faktor ekternal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pra nikah remaja di Indoenesia.

Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek, kejiwaan dan kemasyarakatan.

Pendidikan seks dinyatakan juga sebagai suatu pengetahuan yang kita ajarkan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup mulai dari;

-          pertumbuhan jenis kelamin (laki-laki atau wanita)

-          bagaimana fungsi alat kelamin sebagai alat reproduksi

-          bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-laki

-          tentang menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada timbulnya birahi karena adanya perubahan pada hormon-hormon, termasuk nantinya masalah perkawinan, kehamilan dan sebagainya (Rokib, 2008,).

Pendapat Haffners (dalam Solihin, 2015) tentang pendidikan seksualitas, yaitu sebuah proses kehidupan yang panjang yang meliputi penyampaian informasi dan pembentukan sikap, kepercayaan, dan nilainilai tentang identitas, relationship, dan hubungan intim. Pendidikan seksualitas memfokuskan perkembangan seksualitas, kesehatan repsoduksi, hubungan intim dan body image, dan peran gender. Pendidikan seksualitas meliputi aspek biologi, sosial budaya, psikologi dan spiritual dari sisi 1) aspek kognitif, 2) aspek sikap, 3) aspek perilaku yang meliputi kemampuan berkomunikasi dan mengambil keputusan.

Jadi, kenapa pendidikan seks sejak dini dirasakan penting? karena ada beberapa manfaat dari pendidikan seks yang dilakukan kepada anak sejak dini, yaitu :

1.       memberikan bekal pengetahuan kepada anak, serta membuka wawasan anak seputar masalah seks secara benar dan jelas sehingga anak memiliki kesadaran akan fungsi organ reproduksinya serta paham tentang cara menjaga dan memeliharanya

2.       menghindarkan anak dari berbagai kejahatan seksual dan resiko negatif dari perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab.

Pendidikan seks pada anak usia dini harus diawali dengan konsep tentang perbedaan gender, dimana anak akan benar-benar memahami tentang perbedaan antara laki-laki dan wanita. Apa dan bagaimana peran mereka sebagai laki-laki dan wanita. Konsep seksualitas untuk anak usia dini sangatlah berbeda dengan orang dewasa, pada anak-anak lebih kepada bagaimana caranya mereka mengenal dirinya, dan memiliki konsep yang positif. Memperkenalkan bagian tubuh yang pribadi, siapa yang boleh menyentuh dan siapa yang tidak boleh menyentuhnya, secara alamiah juga diajarkan batasan atau bagian mana aurat laki-laki dan aurat perempuan beserta bagaimana cara menjaganya, dengan memberikan tema yang unik seperti : “aku dan kamu unik “, “ aku dan teman-temanku, atau “aku dan bajuku”. Diharapkan dengan tema-tema tersebut akan akan merespon dengan baik. Tidak ada cara instan untuk mengajarkan seks pada anak, kecuali melakukannya setahap demi setahap sejak dini sesuai gendernya.

Purwakania (Indrijati, 2015) mengemukakan bahwa perkembangan gender pada anak dapat dilihat berdasarkan tiga hal, yaitu :

1.       Identitas gender (gender identity). Identitas gender dipahami anak sebagai atribut yang tidak dapat diubah. Pemahaman ini dimulai ketika anak berusia 6 bulan, ketika mereka mulai bisa membedakan suara ayah, ibu ataupun figur lekat yang menggantikan keduanya. Hal ini meningkat pada rentang usia antara 2 dan 3 tahun, anak mulai mengetahui identitas gender laki-laki dan perempuan dengan label bapak/ayah/papa/abi dan ibu/ bunda/mama/umi dan mampu memanggil keduanya dengan tepat. Tetapi, anak masih membutuhkan waktu untuk memahami bahwa jenis kelamin merupakan atribut yang permanen.Endang (2015) menambahkan bahwa pada usia pada usia 6-7 tahun anak memahami jenis kelamin merupakan atribut yang tidak dapat diubah.

2.       Stereotip peran gender (gender role stereotype)merupakan pemahaman tentang peran apa yang dijalankan oleh laki-laki dan perempuan. Stereotipe peran gender berkembang dimulai dengan terbentuknya identitas gender sebagai anak perempuan atau laki-laki pada usia 2,5–3 tahun.

3.       Pola perilaku gender (gender typhed behaviour). Stereotipe yang berkaitan dengan pemahaman bahwa anak perempuan banyak bicara, bermain boneka, tidak suka pukul-pukulan, dan senang membantu ibu. Sementara, anak laki-laki diidentifikasi melalui kesukaannya bermain mobil-mobilan, melakukan permainan motorik kasar dan lebih cocok bila membantu ayah. Pada usia pra sekolah dan awal sekolah dasar, anak lebih banyak melakukan kegiatan dan prestasi yang sesuai untuk anak perempuan dan anak laki-laki.

Tahapan perkembangan gender dapat dilihat dari berikut:

Usia

Gender stereotyping

Gender identity

1 – 5 tahun

a.  Muncul prefensi terhadap permainan yang sesuai dengan gender

b.  Melakukan stereotype gender dalam aktivitas , pekerjaan dan perilaku

c.   Anak laki-laki bermain dalam kelompok besar, anak perempuan dengan kelompok kecil atau berpasangan

Perkembangan gender melalui 3 tahapan : gender labbeling, gender stability, dan gender consistency

6 – 11 tahun

a.  Setreotipe terhadap gender meluas, khususnya mengenai pola kepribadian dan prestasi

b.  Streotipe terhadap gender mulai fleksibel

Prefensi maskulin pada laki-laki dan androgini pada anak perempuan semakin kuat

12 – 18 tahun

a.   Konformitas terhadap peran gender meningkat pada remaja awal, kemungkinan mengalami penurunan

b.  Pemisahan gender mulai diabaikan

Pada remaja awal gender identity sangat tradisional setelah itu stereotipe menurun

Sumber : Laura E. Berk ( Indrijati, 2015)

Dengan adanya sedikit penjelasan di atas, semoga kita semakin menyadari bahwa betapa pentingnya pendidikan seks dan seksualitas pada anak-anak dari sedini mungkin dengan harapan mereka dapat memahami dan melindungi diri sendiri agar semakin berkurang atau bahkan tidak akan terjadi lagi kasus-kasus kekerasan atau pelecehan seksual pada anak-anak kita J

 

 

Penulis : Widdatur Rohmah, S. Psi

Editor    : Soffil Yudha Mmulyadi SST.Ft.,M.Kes

Source:

Rimawati, Nugraheni. 2019. Metode Pendidikan Seks Usia Dini. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas; Oktober 2018 - Maret 2019 | Vol. 13, No. 1, Hal. 20-27

Haryono, Sarah Emmanuel dkk. 2018.Implemetasi Pendidikan Sex Pada Anak Usia Dini Di Sekolah.Jurnal Akses Pengabdian Indonesia Vol 3 No 1: 24-34.

Komentar

Postingan Populer